Sunday, February 22, 2009

Tentang Mantan

Mantan lagi... Mantan lagi...


Bisakah mantan jadi sahabat?

Dari pengalamanku saat ini, kujawab TIDAK. Sebagai sahabat, seorang bisa curhat jujur dan saling membantu. Sebagai mantan, pasti ada rahasia yang disembunyikan dan selalu curiga kepada setiap uluran tangan memberi bantuan. Setidak-tidaknya ini yang kupelajari dari hubunganku dengan mantanku.


Menurut majalah Men's Health (plus kutambahi sendiri), hal yang dilakukan setelah putus adalah

1. jangan pernah mengontak mantan selama 6 bulan

2. jangan pergi ke tempat favorit mantan selamanya, kecuali bawa pacar baru.

3. menangis, percayalah bahawa air mata membersihkan jiwa.

4. curhat kepada teman, tapi sebaiknya bukan teman yang kenal dekat dengan mantan.

5. Siapkan mental kalau terpaksa bertemu mantan. Mungkin dia memandangmu najis. Mungkin dia bawa monyet baru. Yang jelas mental harus siap.

6. Kenalan dengan banyak orang baru, siapa tahu ada yang bisa jadi pengganti mantanmu.

7. Coba ikut hal-hal yang bisa melepas adrenalin: bungee jumping, terjun payung, climbing, roller coaster, arung jeram, paco, dll. Ini bagus untuk mencegah depresi dan perasaan ingin bunuh diri.


Nah, kebodohan yang kulakukan adalah

1. Percaya bahwa mantan dapat jadi sahabat

2. melanggar aturan 6 bulan tidak kontak

3. tidak mempersiapkan mental dengan baik

4. belum mencoba bungee jumping, terjun payung, arung jeram, paco, dll. Bahkan main sepatu roda pun kaga berani coba.


Jaman ini adalah jaman yang buruk bagi orang yang setia. Jadi sial buatku pria setia yang mengharapkan pacar yang setia. Makanya selama pacaran jangan jadi orang yang setia dan jangan pernah berharap pasangan juga setia. Kalau mau setia, nanti kalau sudah nikah saja.


Aku belajar bahwa aku harus melindungi diri dari patah hati. Makanya jangan pernah menyerahkan segenap emosimu pada seseorang. Simpan hatimu buat yang lain. Jadi kalau putus, masih ada emosi tersisa.


Terima kasih mantanku, kau telah mengajariku untuk tidak percaya dengan cinta dan kesetiaan.


Saturday, February 21, 2009

Cerman IndoBremen

CerMan IndoBremen


Judul di atas adalah singkatan:

CerMan = Cerita Mantan

IndoBremen = orang Indonesia di Bremen

Ternyata pergi jauh merantau ke negeri seberang, memang perjuangan keras buat sebagian orang IndoBremen. Apalagi bagi para pencinta, sepertiku.

Aku memutus hubungan kasih dengan seorang wanita yang kucinta, delapan jam sebelum keberangkatanku ke Jerman. Padahal cinta wanita ini kudapatkan dengan susah payah selama 3 tahun pedekate, penuh darah dan air mata yang tertumpah. Sialnya, kaga ada air mani yang tumpah.

Sialnya lagi hanya dalam 2 bulan setelah putus. Dia sudah bisa berpindah ke lain hati. Wah, gila, betapa mudah cowo itu mengambil hati. Hanya dalam 2 bulan. Aku saja butuh 3 tahun. Ini adalah satu contoh bahwa pria lebih setia daripada wanita.

Sampai kini, aku tetap mencintai wanita ini. Aku memilih putus karena merasa kaga enak hati kalau dia tak bisa merayakan masa mudanya. Aku tak enak jika dia yang masih muda harus menanti diriku. Sial, mengapa aku menjadi orang terlalu altruistik? Mengapa aku harus menderita demi kebahagiaan orang lain?


Lalu ada cerita lain dari kawan-kawan di Bremen, Jerman.


Sebut saja namanya W. Sampai kini di Bremen, nasibnya sama denganku jomblo selalu di Jerman. Dia bilang susah dapat jodoh di Jerman. Kugali-gali sedikit, ternyata dia masih menyimpan rasa cinta dengan seorang mantan yang memutuskannya di semester III, tepat malam hari sebelum esoknya kelas Rangkaian Listrik I. Dia memasuki kelas itu pada jam 8 pagi, dengan dunia yang berbeda. Seorang wanita yang menjalin kasih selama 4 tahun, tiba-tiba memutuskan dia. Temanku W itu kuliah di PTN Depok, dan cewe yang mutusin dia itu kuliah di PTN Gajah Tapa Bandung. Katanya sih cewe itu kembang kampus. Ini juga salah satu contoh bahwa pria lebih setia daripada wanita.


Sebut saja, namanya J. Orang terkenal di Bremen, suka pegel kalau mengunyah makanan. Dia bercerita bahwa di Indonesia, wanita yang dicintainya menikah dengan pria lain. Di Bremen, si J ini jadi kuliah malas-malasan. Malas balik Indo juga.


Kalau dibandingkan dengan diriku, pada semester I dan II, aku rajin kuliah di Bremen. Dengan suatu harapan, aku bisa cepat balik ke Indonesia, lalu bertemu dengan mantanku. Pada semester III, mantanku tak membalas email dan pesan di friendster. Aku langsung kehilangan semangat kuliah. Aku malas balik ke Indonesia. Ingin tinggal lama di Jerman. Satu tujuan hidup seperti hilang.


Sebut saja temanku di Bremen bernama T, asal Aceh. Orangnya senang jadi pusat perhatian. Makanya jadi DJ. Dia bilang juga bahwa dia masih menyimpan rasa dengan mantannya. Namun apa mau dikata, hubungan jarak jauh bagi dia amat sulit. Untuk studi di Jerman, memang harus ada tumbalnya, yaitu cinta. Kamu harus merelakan kehilangan cinta, supaya bisa studi di Jerman.


Coba aja lihat Christian Sugiono, pemain film Jomblo. Dia menyimpan cinta untuk Titi Kamal, pemain film Ada Apa dengan Cinta (AADC). Dia masih aja jadian ama Titi Kamal, jadinya kuliahnya di Hamburg, Jerman, jadi DO. Mustinya dia mengorbankan cintanya, makanya bisa kuliah sampai tingkat tinggi kaya gua, J, W, dan T, yang masih jomblo di Bremen, sembari mengingat mantannya masing-masing.


BTW, akhir-akhir ini saya merenung. Perlukah cinta diperjuangkan? Aku dulu rela pedekate 3 tahun, demi cinta mantanku, yang fotonya ada di akun FS milikku. Aku masih menginginkan dirinya menjadi milikku.


Hanya ada dua pilihan cinta bagiku

1. Mantanku

2. bule yang kutemui di Jerman


Jika aku gagal dapat bule di Jerman, dan sekembalinya ke Indo, mantanku sudah bersama pria lain, aku tak tahu apa lagi tujuan hidupku selain mengabdi kepada ilmu pengetahuan (dunia Robotika, Automation, dll) dan kepada uang (menjadi pengusaha).

Mungkin Tuhan tidak menciptakanku sebagai seorang yang memiliki pasangan hidup dan berkeluarga. Kisah cintaku rumit dan sulit. Lebih baik aku mengejar hal-hal yang mudah saja di Bremen, Jerman, yaitu mencari ilmu. Ilmu pengetahuan, maksudnya, bukan ilmu santet. Mencari jodoh terlalu berat dan sulit, biar saja nanti dikasih Tuhan. Yang penting punya kenalan cewe sebanyak-banyaknya, siapa tahu ada yang nyantol. Tapi tetap saja, mantanku (yang fotonya nampang di akun friendsterku) adalah yang terbaik.




Bremen, 7 Desember 2007